Au Pair Journal: Januari di Ismaning
Seharusnya post ini aku publish di bulan Januari, tapi karena aku skip, jadilah post ini hanya jadi draft dan baru di post sekarang hahaha. So, eventho today is already the end of March, i still have to post it anyway, lol. So, enjoy!
Hari ini tepat sebulan aku jadi Aupair-mädchen (gadis aupair) di keluarga ini, udah banyak ternyata kesan dan cerita yang aku dapet selama sebulan ini. Aku dateng kesini tanggal 5 Januari kemarin, aku mendarat di bandara München dan kemudian di jemput sama GF-ku untuk kemudian menuju Ismaning. Yup, aku akan aupair di Ismaning, sebuah kota kecil deket München. Ismaning merupakan kota yang cukup kecil dan nyaman, kalian bisa dengan mudah menuju toko-toko dengan jalan kaki atau menggunakan sepeda. Bisa dibilang Ismaning ini kota penyangga München, jadi banyak warga Ismaning yang bekerja di München atau sebaliknya. Jarak dari Ismaning menuju München cukup 40 menit menggunakan Bus dan S-Bahn atau U-Bahn. Transportasi disini sangat baik, jadi nggak usah khawatir susah bepergian. Here is a lil snippets of Ismaning, that i took last week.
Kirschplatz |
Seebach |
Schlosspark |
Schlosspark |
1. First time encountering snow
Buatku ini cukup menarik, aku berangkat dari cuaca Jakarta yang berkisar antara 26-29 derajat celcius menuju München yang kala itu cuacanya 1-3 derajat. Cukup kaget sama angin dan cuaca yang dingin banget itu dan ternyata jacket dan boots yang aku bawa dari rumah ternyata nggak cukup tebel untuk menghadapi dinginnya dan deresnya salju disini. Untungnya GF-ku sangat baik dan dia ngebantu aku dengan minjemin pullover, jacket winter sampe sepatu winter untuk aku pake selama winter ini. Super excited sih megang salju pertama, tapi rasa excited itu cuma bertahan beberapa hari aja hahahah. Karena, seminggu setelah aku sampe suhunya jadi turun lagi dan berkisar antara -5 sampai -8, keluar sebentar dari rumah aja rasanya kulit wajah mati rasa banget.
2. Kebiasaan baru dirumah
Mengenai kebiasaan, sebenernya sih kebiasaan ini tergantung dari masing-masing rumah dan keluarga, jadi nggak pasti sama semuanya. Tapi, Gastmutter (ibu angkat)-ku cerita sedikit mengenai beberapa kebiasaan orang Jerman yang cukup mencolok atau Jerman banget. Orang Jerman terkenal dengan segala yang serba teratur, jadi nggak heran kalau dirumah ada banyak aturannya. Salah satu contoh yang menarik dirumahku adalah, orang-orang dirumah harus makan bareng di meja makan, nggak boleh ada yang duluan ataupun beranjak kalau selesai duluan. Kebiasaan makan mereka juga menurutku menarik, karena setiap makan (sarapan, makan siang dan makan malam) mereka selalu ngobrol, apapun diobrolin, mulai dari lawakan anak-anak sampe tema yang lebih serius kayak agama dan pernikahan. Makannya nggak heran kalau durasi makan dirumahku cukup lama, sekitar 60-70 menit meskipun cuma sarapan dengan roti ataupun Abendbrot (makan roti malam). Lalu, Gastmutter-ku juga cerita, kalau orang Jerman super duper rapih kalau ngeberesin tempat tidur mereka bener-bener teratur dan nggak sembarangan ngelipet selimutnya lho!
3. Mengenal karakter baru
Sama kayak mengenal kebiasaan/kulturnya, mengenal karakter orang Jerman juga jadi hal yang menarik buatku. Bisa dibilang karakter orang Jerman berbeda 180 derajat sama orang Indonesia. Jujur, untuk ngertiin karakter orang-orang dirumah ini emang agak susah-susah gampang, terutama untuk ngertiin karakter Gastmutter dan Gastvater-ku. Orang Jerman cenderung lebih direkt atau to the point kalau ngomong, jadi nggak bertele-tele dan langsung pada intinya. Kalau ada masalah juga mereka langsung ngomongin pada saat itu juga nggak ditahan sampe berhari-hari apalagi berminggu-minggu. Untuk yang satu ini emang agak sulit buatku untuk dipahami dan dimengerti secara cepet. Sebulan masih kurang buatku untuk mengenal karakter satu sama lain, karena itu aku harus adaptasi lagi lebih ekstra biar nggak ada salah paham atau bahkan culture shock.